You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Laren
Laren

Kec. Laren, Kab. Lamongan, Provinsi Jawa Timur

---Pusat Informasi Kegiatan Desa Laren---Silahkan Datang Ke Kantor Desa Untuk Mendapatkan Akses Layanan Mandiri---

Kerajinan Gerabah "Pelak", UMKM Yang Tetap Bertahan Ditengah Krisisnya Ekonomi Pada Masa Pandemi

Karang Taruna 29 Agustus 2021 Dibaca 182 Kali
Kerajinan Gerabah "Pelak", UMKM Yang Tetap Bertahan Ditengah Krisisnya Ekonomi Pada Masa Pandemi

Gerabah di Indonesia sudah menjadi barang umum dan bisa dengan mudah dijumpai. Gerabah banyak digunakan sebagai perkakas dalam kehidupan sehari-hari. Bahan dasar untuk membuat gerabah adalah tanah liat. Gerabah merupakan salah satu hasil karya seni terapan yang banyak ditemukan di daerah-daerah di Indonesia. 

Keberadaan gerabah di Indonesia ini sudah ada sejak jaman dahulu kala atau jaman prasejarah. Tepatnya di Desa Laren Kecamatan Laren Lamongan yang sebagian warganya masih meneruskan warisan kerajinan gerabah dari para leluhur yang dikenal dengan istilah "pelak". Kerajinan gerabah ini menjadi UMKM yang dapat menambah pendapatan keluarga. Salah satu warga yang bernama Ibu Nuriyati memulai membuat "Pelak" sejak tahun 2010. "Membuat pelak ini tidak semudah yang dilihat, karena membentuk adonan menjadi pelak harus dengan ketelitian dan ketekunan. Sejak kecil saya melihat pembuatan pelak dari ibu. Lalu, ada keinginan untuk mecoba dan saya dulu belajar membuat pelak ini selama satu bulan." Menurut Bu Nur, sapaan sehari-harinya.

Proses pembuatan gerabah ini awalnya menyatukan tanah dan pasir dengan air secukupnya yang di injak-injak sampai menjadi bahan olahan yang siap dibentuk. Namun bahan dasar dari pembuatan pelak ini dibeli dari penambangan tanah dan pasir yang berada di pinggiran bengawan solo dengan harga satu gerobaknya Rp35.000  Rupiah. "Satu gerobak ini bisa menghasilkan sampai kisaran 500 biji pelak" kata Bu Nur. Lalu pembentukan pelak ini menggunakan alat yang diputar secara manual. Setiap harinya bisa membuat sekitar 125 biji pelak yang masih mentah. Setelah itu dijemur dibawah terik matahari sekitar dua jam dan tidak sampai kering atau keras. Selanjutnya dilakukan proses "ditutuk" pada bagian bawah pelak agar terbentuk bagian alas yang bagus. Setelah itu gerabah yang sudah dibentuk secara sempurna dikumpulkan sampai 2 Minggu. Kemudian proses pembakaran pelak ini dilakukan pada waktu siang hari dengan kayu dan damen (bekas tanaman padi). Proses pembakaran ini memakan waktu antara dua sampai tiga jam agar hasilnya sempurna. 

Dalam penjualan gerabah ini mengalami kenaikan harga dari tahun ketahun. Pada tahun 2010 dari 1000 biji pelak masih diharga Rp. 300.000. Lalu pada tahun 2016 mulai naik ke harga Rp. 500.000. Harga pelak terus naik sampai pada tahun 2019  harganya menjadi Rp. 1.100.000 dan sampai tahun ini masih stabil. Penjualan pelak ini langsung diambil oleh tengkulak dari Tuban. Pengambilan ini sebulan sekali yang setiap setornya bisa kisaran 5000 biji pelak.

Pada masa pandemi Covid-19 ini sebagian masyarakat tertimpah dampak dari krisis ekonomi. Banyak juga pedagang kecil dan usaha-usaha kecil di masa PPKM ini mengalami penurunan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan menurut Ibu Nuriyati sendiri mengatakan bahwa dampak dari pandemi ini berimbas pada pendapatan keluarga. Sehingga dengan usaha kecil dari pembuatan kerajinan gerabah, dapat membantu ekonomi keluarga. Dengan hasil yang tidak seberapa tapi masih cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan dirumah

 

Achmad Sifaul Rijal ( Mahasiswa KKN KS UIN Sunan Ampel Surabaya )