You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Laren
Laren

Kec. Laren, Kab. Lamongan, Provinsi Jawa Timur

---Pusat Informasi Kegiatan Desa Laren---Silahkan Datang Ke Kantor Desa Untuk Mendapatkan Akses Layanan Mandiri---

Mengintip UMKM “Emping Jagung” Yang Renyah dan Gurih di Desa Laren

Karang Taruna 29 Agustus 2021 Dibaca 154 Kali
Mengintip UMKM “Emping Jagung” Yang Renyah dan Gurih di Desa Laren

Hasil pertanian Indonesia memang berbagai macam, salah satunya jagung. Memiliki banyak potensi untuk dijadikan bisnis dan berbagai macam inovasi yang lain. Jagung banyak dijadikan untuk bahan pokok makanan, mulai dari makanan ringan hingga berat. Seperti di Desa Laren, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan. Jagung di sulap menjadi emping, yakni cemilan yang renyah dan gurih serta murah meriah.

            Susiati Ulfa (50), mulai membuat emping jagung sedari tahun 2013 yang diberi nama “Emping Jagung Al-Banna”. Bu Sus nama sapaan sehari-hari, bekerja membuat emping bersama sang suami saja. Tetapi dibantu oleh satu karyawan di bagian pengemasan atau packing. Bu Sus mendapatkan jagung dari Pasar Pahing di Desa Laren, kadang juga penjual jagung yang menawarkan jagungnya dari hasil panen kepada Bu Sus. “Jagungnya jagung biasa, bukan jagung manis. Tapi ya tetep milih jagung yang bagus dan agak besar, biar empingnya bisa lebar-lebar” kata Bu Sus sembari memegang jagung yang belum di olah.

            Sebelum menjadi emping, jagung harus melalui beberapa proses. Yakni pencucian, pengkukusan, perebusan, penjemuran, penggilingan, dan yang terakhir adalah pengggorengan. Dalam sehari Bu Sus dan suami bisa mengolah 60 kilo jagung, dan 1 bungkus empingnya di bandrol dengan harga Rp. 1.500,- saja. Murah meriah sekali, dengan rasa yang gurih serta sensasi kerenyahan yang mantap. Menurut Bu Sus kerenyahan dari emping yang sudah di kemas bisa bertahan lama, yakni sekitar 1 minggu.

            Emping di daerah lamongan biasa di pesan ketika ada hajatan. Ketika musim mudik atau hari raya, emping Bu Sus biasanya banjir orderan. Karena selain dibuat untuk cemilan sendiri juga dijadikan oleh-oleh mudik ke kampung halaman. Bu Sus mengirim empingnya untuk di pasarkan hingga Luar Provinsi yaitu Kalimantan, bahkan sampai ke Malaysia. Tapi pandemi Covid-19 datang membawa penurunan pendapatan kepada Bu Sus, karena pesanan sudah tidak sebanyak sebelum pandemi. “Sepi orderan sekarang, kirim ya ke lokal-lokal aja. Hajatan ya banyak yang ga diperbolehkan. Ada yang pesan sudah Alhamdulillah” ujar Bu Sus.

            Bukan hanya Bu Sus yang menjual dan memproduksi emping jagung di Desa Laren. Bahkan masih ada yang menggunakan cara manual dan tradisional untuk memproduksi emping jagung, lalu menggorengnya dengan pasir. Cara itu dulu juga dilakukan oleh Bu Sus dan suami, namun kini beralih ke mesin dan menggorengnya dengan minyak. Karena jika tetap menggunakan cara manual maka akan menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Dengan hasil yang sedikit yakni sekiar 10 kilo pengolahan jagung dalam sehari.

            Ketika musim penghujan datang, disinilah pengusaha emping menemui kesusahannya. Bu sus mengaku kesulitan ketika musim hujan, jagung yang beliau jemur tidak kunjung kering. Jika dipaksa untuk tetap produksi maka jagung akan berjamur, dan berarti gagal produksi. Maka dari itu Bu Sus lebih memilih untuk berhenti produksi ketika musim hujan saja, dari pada mengalami kerugian yang lebih besar. Dari sini Bu Sus berharap agar UMKM kecil atau rumahan seperti milik Bu Sus bisa selalu menjadi pilihan bagi masyarakat dan selalu mendukung produk-produk lokal. Dengan saling mendukung maka akan saling dilancarkan rezekinya. Dan jajanan tradisional seperti emping jagung bisa selalu dilestarikan, jangan sampai punah.

 

Alfrida Fajar Qotrunada ( Mahasiswi KKN KS UIN Sunan Ampel Surabaya )